Senin, 19 April 2021

Penelitian Bidang Teologi dan Pendidikan PAK

MASALAH PENELITIAN TESIS BIDANG TEOLOGI DAN PAK

Pengertian

Locke, Spirduso, Silverman dalam Subagyo (2004:180), “Masalah adalah pengalaman ketika kita menghadapi situasi yang tidak memuaskan. Namun, tidak semua situasi yang tidak memuaskan adalah masalah. Situasi itu harus betul-betul tidak memuaskan sehingga dirasakan sebagai masalah. Pengalaman itu bersifat praktik dan dalam mengamati dua teori yang bertentangan.”
Menurut Andreas Subagyo (2004:181) Situasi menimbulkan pertanyaan. Selanjutnya situasi tersebut dan segenap pertanyaan yang ditimbulkan dapat dijadikan target penelitian. Andreas juga menyatakan: masalah berperan penting dalam penelitian. Segi-segi lain dalam penelitian seperti hipotesis, pertanyaan-pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, rancangan penelitian dan seterusnya ditentukan oleh masalah penelitian. Konsep dan Variabel Penelitian

Konsep adalah istilah, terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan sesuatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Mengubah konsep yang abstrak menjadi konstruk yang dapat diukur disebut operasionalisasi (di akhir setiap variabel yang dibahas di Bab II) Searah dengan pernyataan di atas, Prof. Dr. Sasmoko menyatakan: Suatu penelitian biasanya diawali dengan masalah. Oleh karena itu, langkah pertama dalam penelitian adalah menilai apakah masalah yang diajukan layak diteliti (kelayakan masalah). Selanjutnya peneliti menguraikan masalah dengan cara menulis latar belakang belakang masalah sesuai kaidah penulisan ilmiah seperti membuat citasi

Sumber Masalah Penelitian

Menurut Prof. Dr. Sasmoko, ada beberapa sumber masalah, yaitu:

1. Sumber Masalah dari Pengalaman
• Pengalaman menjadi ibu rumah tanggal: Malas masak
• Pengalaman menjadi pendeta: Stigma pendeta mata duitan
• Pengalaman menjadi guru: Melihat peningkatan kegelisahan siswa saat-saat tertentu
2. Sumber Masalah dari Deduksi Teori • Kesimpulan teoritis yang ditarik dari berbagai teori merupakan sumber masalah yang baik

• Contoh:

• Teori penguatan (reinforcement) menghubungkan dengan masalah di kelas

3. Sumber Masalah dari Hasil Penelitian

Tesis

Jurnal: Misal Ketika Covid menyerang Taman Didaskalos. Ada penggunaan konsep Covid sebagai Kawan (YM)

Prosiding

4. Sumber dari Inspirasi di Bidang Lain

• Ide penelitian dari pengalaman dan pengamatan di alam bebas (di luar kegiatan profesi)
• Ide penyesuaian teori yang ditemukan dalam bidang lain untuk diterapkan dalam bidang tertentu. Contoh internet sebagai produk bidang teknologi informasi dapat diterapkan di bidang pendidikan seperti membuat e-learning dll.
• Desai Kurikulum dan Kurikulum Pendidikan dapat diterapkan dalam Kurikulum Sekolah Minggu

Evaluasi Masalah Penelitian

• Maslah yang sudah ditemukan perlu dievaluasi lagi dengan cara:
• Masalah yang hasil penelitiannya memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan.
• Masalah tersebut memiliki implikasi teoritis maupun praktis yang sangat signifikan
• Masalah tersebut memiliki pertimbangan metodologis
• Masalah hendaknya merupakan persoalan yang akan membawa kepada persoalan baru, pemecahan baru, dan juga kepada penelitian berikutnya yang lebih baik.
• Masalah harus merupakan persoalan yang harus diteliti
• Masalah tersebut harus memiliki 1 variabel atau lebih yang dapat dirumuskan dan terukur.
• Masalah Peneliti harus memberi batasan terhadap variabel yang tercermin dalam pengembangan konstruk penelitian dan pengukurannya • Masalah yang diteliti hendaknya menarik peneliti.

Kerangka Penelitian Kualitatif

• Judul/Konsep: ……………………………………………..
KARAKTER DOSEN TANPA PAMRIH DALAM PENGAJARAN YANG BERKUALITAS DI STT DAPUR ABADI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Masalah Penelitian
1.2. Fokus Penelitian
1.3. Rumusan Masalah
1.4. Pentingnya Penelitian


Judul (Variabel): ………………………………………………………..

KEPASTIAN PANGGILAN TUHAN (X1), RASA MEMILIKI (X2) KARAKTER DOSEN TANPA PAMRIH DALAM PENGAJARAN YANG BERKUALITAS DI STT DAPUR ABADI JAKARTA (Y)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Masalah Penelitian
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Batasan Masalah
1.3. Rumusan Masalah
1.4. Pentingnya Penelitian
• dst

Contoh Variabel Penelitian

PEREMPUAN BERPRESTASI DALAM PELAYANAN SEKOLAH MINGGU DI GEREJA CALVINIS .....

• Buat variabel terikat
• X1 = Tingkat Ekonomi
• X2 = Disiplin Keluarga
Desain dan Krangka Berpikir

Berlanjut

Salam Yonas Muanley

Kamis, 25 Maret 2021

Penelitian Kualitatif Pemanfaatan Platform Digital Preneur

Saya namakan apa yang saya tulis disini dengan penelitian kualitatif tentang pemanfaatan platform digital untuk penghasilan sampingan sebagai dosen (pendidik). Siapa saja dapat memanfaatkan digital untuk memberi nilai tambah. Nilai tambah itu berguna bagi diri sendiri maupun berdampak bagi orang lain. Berikut beberapa digital yang dapat dipakai untuk penghasilan sampingan. 1. The Body Shop atau
Selain platform di atas, sumber lain yang dapt memberi nilai tambah yaitu: 


2. Orami

3. Pesona

4. Mapemal

Beberapa platform yang saya sebutkan di atas dapat dite;usiri di Accesstrade Indonesia. SIlakan teman-teman berkunjung dan mendaftar di sana. Tentu tidak hanya mendaftar tetapi berusaha mempromosikan agar ada pembeli dan sebagai publisher kita mendapatkan bayaran. Bila ini tidak memberi peluang maka rekan-ekan dapat mendftar di Google Adsense. Melalui google adsnese kita akan mendapat bayaran dari kegiatan kita sebagai publisher adsense. Caranya cukup memiliki blog dan punya banyak pengunjung. Bila blognya banyak pengunjung maka silakan mendaftar ke Adsense.

 

Senin, 12 Juni 2017

Penelitian empiris shorten URL


Mengapa bahas tema ini? Secara kasatmata, topik ini tidak terlalu penting. Namun bila dipikirkan secara mendalam, sebenarnya ada kegunaannya. Kegunaan itu ada dalam artikel ini. Penelitian shortener URL adalah usaha mendapatkan data dari internet tentang cara mempersingkat link atau URL postingan artikel blog, facebook dan lain sebagainya. Jasa mempersingkat URL biasanya dikenal dengan Shortener URL. Berikut beberapa Shortener URL:


1. Shortener URL Shorte.st. Contoh :Maaf dihapus (sedang berusaha pemeliharaan kesehatan blog
Contoh di atas merupakan singkatan dari URL atau link postingan saya di blog ini. alamatnya relatif panjang. Lengkapnya demikian:
http://metodepenelitianyonasmuanley.blogspot.co.id/2011/08/berbagai-pendekatan-dalam-penelitian.html
Bila link ini dipersingkat di Shorte.St maka hasilnya sangat pendek: http://ceesty.com/qKkRru. Bila Anda berminat, silakan mendaftar di Shorte.st atau yang lainnya seperti no 2 - 4
2. Shortener URL Adf.ly
3. Shortener URL Al.ly
4. Shortener URL Linkshrink

Apa yang saya sebutkan di atas merupakan beberapa contoh dari mempersingkat link agar tidak terlalu panjang dan mudah diingat. Sering terjadi bahwa link url yang hendak kita bagikan kepada orang lain terlalu panjang. Untuk itu kita harus mempersingkat link url. Inilah yang disebut dengan shorten url. Biasanya shorten url dapat dilakukan melalui beberapa situs, seperti Bitly dan lain-lain.


Selamat mencoba


Jumat, 24 Juni 2016

Motivasi dan tujuan penelitian serta telaah teoritis


Beberapa hal penitng yang patut diperhatikan oleh siapapun yang mengadakan penelitian. Hal-hal penitng itu diuraikan sebagai berikut.

Motivasi Penelitian

Penelitian selalu dimulai dengan adanya dorongan, baik yang berasal dari dalam diri maupun di luar diri si peneliti. Motivasi itu tidak lain keinginan seseorang atau sekelompok (tim) untuk mengetahui sesuatu melalui proses ilmiah. Jadi, keinginan seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan dasar dorongan untuk mengadakan penelitian. Kegiatan penelitian itu dimulai ketika seseorang atau sekelompok orang menaruh perhatian pada sesuatu yang ada (fakta) di sekitar lingkungan di mana manusia berada.
Perhatian seseorang atau sekelompok orang terhadap fakta-fakta yang diamati secara mendalam akan melahirkan berbagai pertanyaan. Keinginan mempertanyakan seseorang atau sekelompok orang yang mempertanyakan sesuatu yang menjadi perhatiannya akan diikuti oleh usaha untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam diri peneliti. Misalnya pengalaman sebuah perjuangan dalam artikel pengalaman sukses di GA. Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi suatu masalah yang memerlukan solusi atau jawaban (Siakan baca buku-buku metodologi)


Tujuan Penelitian

a. Untuk mendapat pengetahuan yang dapat menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah
b. Untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan

Metode Ilmiah

Metode ilmiah adalah prosedur atau cara-cara tertentu yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang disebut ilmu (pengetahuan ilmiah). Tidak semua pengetahuan disebut ilmu, karena ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki kriteria tertentu. Kriteria inilah yang membedakan tahu biasa dengan pengetahuan yang disebut ilmu. Pengetauhuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasa dan berpikir yang menjadi dasar seseorang dalam dalam bersikap dan bertindak. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang memberikan penjelasan mengenai fakta atau fenomena alam. 
 
Silakan baca buku Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002:5

Kebenaran
a. Kebenaran iman
Berdosa dinyatakan benar di hadapan Allah

b. Kebenaran Yesus Kristus
Yesus Kristus adalah logi Allah. Logi Allah pasti tidak ada kesalahan didalamnya. Jadi, Yesus adalah kebenaran berarti Yesus sempurna, tidak ada kesalahan dalam diri-Nya. Yesus jujur

c. Kebenaran rasional

Kebenaran pikiran yang dikembangkan dari satu pikiran ke pikiran yang lain yang telah diakui benar. Artinyanya pengetahuan yang ada dalam diri seseorang tentang sesuatu hal bersesuaian dengan hasil pikiran terdahulu. Bila dihubungkan dengan penelitian maka kebenaran rasional itu ada dalam Bab II (Kajian Teori)

d. Kebenaran empiris

Kebenaran empirian adalah pengetahuan seseorang terhadap sesutu fakta sesuai dengan fakta yang terjadi di tempat penelitian atau di tempat di mana berlangsung sebuah atau beberapa peristiwa atau kejadian atau tokoh atau benda yang diamati dan dihasilkan dalam bentuk informasi dan informasi tersebut bersesuaian dengan fakta tersebut.

Pengetahuan yang benar

Pengetahuan yang benar merupakan kombinasi dari dua sisi kebenaran yaitu rasional dan empiris. Rasional artinya pengetahuan yang diperoleh didasarkan pada penalaran, sedangkan kebenaran empiris adalah menggunakan fakta atau fenomena empiris sebagai sumber kebenaran untuk menyusun pengetahuan. Kebenaran rasional selalu menggunakan pendekatan rasional. Pendekatan rasional selalu menyusun pengetahuan secara konsisten dan kumulatif berdasarkan pada pengetahuan-pengetahuan yang telah tersusun sebelumnya (ada dalam buku-buku). Artinya, suatu pengetahuan disusun berdasarkan pada penalaran yang konsisten dengan penalaran pengetahuan-pengetahuan sebelumnya. Adanya konsistensi penalaran antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah tersusun sebelumnya menunjukkan bahwa konstruksi pengetahuan baru merupakan pengembangan secara komulatif dari pengetahuan-pengetahuan yang telah disusun sebelumnya. Sedangkan empiris merupakan pendekatan untuk memperoleh pengetahuan yang memisahkan antara pengetahuan yang diperoleh berdasarkan fakta dengan pengetahuan yang tidak berdasarkan fakta. Pengetahuan yang benar menurut pendekatan empirisisme adalah pengetahuan yang disusun berdasarkan fakta atau fenomena. Pengetahuan yang rasional tetapi tidak didukung oleh fakta, menurut pendekatan empirisisme bukan merupakan pengetahuan yang benar. Ibid dengan sumber di atas (2002:6)

Telaah Teoritis

Dalam penelitian ilmiah selalu ada yang disebut telaah teoritis. Telaah teoritis dapat pula disebut dengan beberapa istilah seperti: kajian teoritis, kerangka teoritis, atau landasan teoritis. Bagian ini biasanya dilakukan dalam Bab II. Dalam hal ini, telaah teoritis atau kajian teoritis/kerangka teoritis/landasan teoritis merupakan tahap dalam proses penelitian yang bertujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian. Agar penelitian menghasilkan jawaban yang dapat diterima sebagai sumber kebenaran, diperlukan teori-teori untuk menjelaskan fakta yang diteliti. Telaah teoritis merupakan bagian dari proses penelitian yang memberikan jawaban masalah penelitian secara rasional atau berdasarkan penalaran. Telaah teoritis merupakan tahap penelitian yang menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.
Menurut Indriantoro dan Supomo, proses sebagaimana yang dikemukan di atas itu membutuhkan elaborasi oleh peneliti terhadap pengetahuan-pengetahuan teoritis yang relevan dengan masalah yang diteliti (masalah penelitian). Teori-teori yang ditelaah berasal dari literatur seperti buku-buku, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya (skripsi, tesis dan disertasi, penelitian mandiri dll). Telaah teoritis ini sering disebut telaah literatur atau literature review. Dalam konteks pemahaman ini, jawaban masalah atau pertanyaan penelitian dari proses telaah teoritis yang dilakukan peneliti merupakan dugaan-dugaan yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang disebut hipotesis yang perlu diuji. (Ibid dengan sumber di atas, 2002:10)

Semoga termotivasi untuk penelitian

Senin, 02 Mei 2016

Kajian Teori Pelayanan Bimbingan

Menurut Sutirna mengemukakan beberapa pengertian tentang bimbingan, yakni: (1) bimbingan adalah bantuan kepada individu dalam membuat suatu pilihan yang cerdas untuk mengatasi masalah dalam kehidupan yang dihadapi orang yang dibimbing. H. Sutirna. Kedua, bimbingan adalah bantuan pemecahan masalah seseorang, sehingga dapat membuat keputusan yang terbaik atau dengan kata lain dengan bimbingan diharapkan memperoleh sebuah solusi dan perencanaan yang tepat. Dalam hal ini pembimbing harus dapat memberikan gambaran tentang cara pandang yang salah untuk mempersiapkan masa yang akan datang. Ketiga, bimbingan adalah upaya untuk membuat setiap individu akrab dengan berbagai informasi tentang dirinya, kemampuannya, perkembangan dirinya sebelumnya diberbagai bidang kehidupan , dan rencana di masa depan. H. Prayitno dan Erman Amti.

 

Baca beberapa sumber:

H. Sutirna,2013:145

H. Prayitno dan Erman Amti , 2013:145


Ada yang menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri. Selanjutnya mengutip Tiedeman dalam Bernard dan Fulmer yaitu bimbingan adalah membantu seseorang agar menjadi berguna, tidak sekadar mengikti kegiatan yang berguna. 

Ssilakan baca:

H. Prayitno dan Erman Amti, 2013:94
 

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa bimbingan berarti bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang memerlukannya. Bimbingan tersebut diberikan kepada setiap orang, namun diprioritaskan kepada individu-individu yang membutuhkannya atau benar-benar harus dibantu. Bila dikatalan bahwa bimbingan adalah bantuan terarah dan tersruktur untuk menolong orang yang benar-benar membutuhkan maka bimbingan merupakan suatu proses yang bersifat kontinue, tidak hanya diberikan sewaktu-waktu saja, dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus-menerus, sistematis, terencana dan terarah pada tujuan. Bimbingan diberikan agar individu mengembangkan dirinya semaksimal mungkin, menyesuaikan diri secara harmonis dengan lingkungan. Bimbingan dapat diberikan, baik untuk menghindari kesulutan-kesulitan maupun untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh individu di dalam kehidupannya.
Bila dihubungkan dengan bimbingan pernikahan Kristen maka dalam gereja diperlukan adanya organisasi bimbingan dimana terdapat pembagian tugas, peranan, dan tanggungjawab yang tegas diantara para petugasnya. Selain itu adanya program yang jelas dan sistematis untuk melakaksanakan penelitian yang mendalam tentang diri murid-murid, melaksanakan penelitian tentang kesempatan yang ada, kesempatan bagi muris untuk mendapat bimbingan dan konseling secara teratur, adanya personil yang tarlatih untuk melaksanakan konseling, adanya fasilitas yang memadai, kerjasama yang sebaik-baiknya antara gereja (pendeta) dan keluarga. 

 

Selamat membaca

 

Riset Rumusan Standar Kompetensi Mata Kuliah

Penelitian tentang perumusan Standar Kompetensi Mata Kuliah
Berikut ini saya memposting salah satu penelitian tentang perumusan satndar kompetensi dalam mata kuliah Apologetika. Rumusan standar kompetensinya sebagai berikut: Mahaiswa mampu berpikir mendalam/radikal terhadap apologetika, khususnya apologetika Kristen serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai saksi Kristus di tengah masyarakat multicultural, khususnya dalam kompetisi “kreativitas” dan “inovasi” yang merupakan “roh” dari Masyarakat ekonomi Asean atau MEA 2016.


Dalam rumusan di atas ditopang dengan teori penjabaran tentang perubahan yang diharapkan dalam mata kuliah Apologetika atau Filsafat Apologetika. Perubahan yang diharapkan dalam Standar Kompetensi Mata Kuliah "Apologetika" sebagaimana dalam rumusan di atas. Penjabaran Perubahan yang diharapkan dari belajar mata kuliah Apologetika sesuai rumusan SK di atas, yakni agar mahasiswa setelah belajar Apologetika dalam waktu enam bulan menunjukkan perubahan dalam: Kognitif (perubahan pengetahuan): seperti perubahan dalam hal: mengetahui/menghafal/mengingat (knowledge); perubahan dalam pemahaman (comprehension), perubahan dalam penerapan (application), perubahan dalam analisis (analysis), perubahan dalam sintesis (syntesis), perubahan dalam penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) terhadap Apologetika yang dipelajarinya dalam kurun waktu satu (1) Semester atau enam (6) bulan. Afektif (Sikap). Perubahan ini berhubungan dengan sikap dan nilai dari para mahasiswa/yang mempelajari mata kuliah Apologetika. Perubahan ranah afektif dari pembelajar mata kuliah ini yakni mengalami perubahan watak perilaku seperti: perasaan terhadap mata kuliah apologetika, minat terhadap mata kuliah apologetika, sikap terhadap mata kuliah apologetika, emosi, dan nilai terhadap mata kuliah dan bagaimana mempengaruhi dalam keseluruhan ranah afektif dari peserta mata kuliah apologetika. Perubahan ini ditopang juga dengan perubahan kognitif. Artinya menurut pakar pendidikan yang menyatakan diperkirakan berubah apabila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi terhadap materi yang dipelajari. Jadi, perubahan afektif sebagai hasil belajar ditandai dengan ciri-ciri yakni hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Selanjutnya perubahan ranah afektif meliputi beberapa tingkatan, yaitu: perubahan dalam hal: Receiving atau attending ( menerima atua memperhatikan), Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”, Valuing (menilai atau menghargai), Organization (mengatur atau mengorganisasikan), Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai) Psikomotorik (Ketrampilan). Perubahan dalam ranah psikomotorik dari peserta didik yang mengikuti mata kuliah Apologetika yaitu mahasiswa mengalami perubahan dalam keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah mahasiswa mengikuti atau menerima pengalaman belajar mata kuliah Apologetika. Perubahan psikomotorik merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Perubahan dalam ranah psikomotor mahasiswa dalam mata kuliah Apologetika yakni perubahan yang berkorelasi dengan aktivitas fisik, yaitu kemampuan dalam melakukan Apologetika. Perubahan mahasiswa dalam keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung terhadap Apologetika, (2) sesudah mengikuti pembelajaran Apologetika, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan pelayanannya, seperti di Gereja dan Sekolah. Selanjutnya dibangun teori pendefinisian tentang Apa itu “Filsafat Apologetika”.
Sudah menjadi tradisi akademis setiap pergantian semester selalu ada tugas mengajar yang diberi oleh sekolah melalui bidang akademik kepada setiap dosen untuk mempersiapkan diri dalam hal mengajar di semester baru. Salah satu mata kuliah yang dipercayakan kepada saya untuk disampaikan dalam semester Januari – Mei 2016 yakni mata kuliah “Apologetika”. Ketika menerima Jadwal didalamnya tertulis mata kuliah “Filsafat Apologetika”. Sebelumnya saya sudah mempersiapkan materi “Apologetika” tetapi persipan tersebut harus mengalami perubahan sesuai dengan nama mata kuliah yaitu: “Filsafat Apologetika”. Paradigmanya penyajian materi kuliah tentu berbeda, materi “Apologetika” tentu berbeda makna dengan materi “Filsafat Apologetika”. Saya berharap mahasiswa telah siap dalam berpikir “filsafat”. Kesiapan ini penting karena kita akan mengkaji “Apologetika” (Apaologetika Kristen) dalam pendekatan atau cara kerja filsafat.
Itulah sebabnya dalam studi “Filsafat Apologetika”, saya mengajukan pertanyaan pertama: Apa itu “Filsafat Apologetika”? Menjawab pertanyaan ini, perlu kita lakukan dua hal pokok, yaitu berusaha mencari arti filsafat dan apologetika, kemudian kita meneruskannya dengan merumuskan pengertian filsafat apologetika, serta pokok-pokok selanjutnya yang sesuai dengan kompetensi yang hendak diwujudkan oleh para mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Filsafat Apologetika”.
Kini kita memulai usaha memberi jawaban atas pertanyaan: Apa itu “Filsafat Apologetika” dengan usaha mencari makna kata filsafat, apologetika dan filsafat Apologetika.

Kita mulai dengan arti filsafat.

Berdasarkan pengalaman ketika menjadi mahasiswa yaitu ada sejumlah kesulitan memahami apa pengertian filsafat yang secara teknis operasional mendarat dan menjiwai seseorang dalam belajar filsafat dan menerapkannya. Saya kemudian mendapat salah satu jawaban, yaitu usaha mengerti filsafat secara baik, terukur dan mengyemangati roh filsafat dalam diri pelaku studi filsafat yaitu dengan memahami percakapan Sokrates dan murid-muridnya. Dalam buku dengan judul  “Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen dari Plato sampai Ig. Loyola menyebutkan contoh gaya mengajar Sokrates yang dibuat oleh Guru besar John Adams dari Universitas Oxford dengan isi tanya jawab sebagai berikut. 


Sokrates: “Apakah yang dimaksud dengan serangga (insect) itu?
Murid: “Serangga ialah binatang kecil bersayap.” (Murid yakin bahwa jawabannya itu benar)
Sokrates: Kalau begitu, tentu ayampun boleh kita namai serangga.”
Murid: Ayam bukan demikian kecilnya hingga dapat dinamai serangga. Ayam itu amat besar kalau dibandingkan dengan serangga.”
Sokrates: “Jadinya: Serangga ialah binatang yang amat kecil, mempunyai sayap.”

Murid: “Betul!”
Sokrates: “Kalau demikian, burung pipit dapat dinamai serangga, sebab dia demikian kecilnya”.
Murid: “Tidak! Burung sekali-kali tidak dapat dinamai serangga, sebab dia demikian kecilnya.”
Sokrates: Jadinya: Serangga ialah binatang yang amat kecil, dia bersayap, tetapi bukan dari jenis burung.”
Murid: “Benar” Sokrates: “Kemarin saya memasuki salah satu took, di dalamnya saya melihat kaleng-kaleng kecil. Pada masing-masing kaleng itu tertulis: Tepung keating yang paling manjur untuk memberantas serangga.” Pada masing-masing kaleng itu tergambar beberapa macam binatang kecil bukan dari jenis burung, tetapi tidak ada mempunyai sayap, umpama pijat-pijat, kutu kucing dll. Rupa-rupanya mereka salah menamakan binatang-binatang tersebut serangga, sebab masing-masing tidak bersayap. Adakah masuk akal serangga tidak bersayap, menurut yang telah kita tetapkan itu?”
Murid: “Binatang-binatang tersebut memang serangga, semua orang tahu itu.”
Sokrates: “Aneh, aneh. Apa pulakah arti serangga sekarang, menurut pikiranmu. Apakah sekaran kau berpendapat bahwa “Serangga ialah binatang yang amat kecil, mempunyai sayap, bukan dari jenis burung, dan kadang-kadang tidak bersayap.’ Sesungguhnya perkataan ini amat berlawan-lawanan.”
Murid: “Celaka! Pertanyaan-pertanyaan orang ini membosankan. Coba tuan sendiri yang menerangkan kepada kami, apa arti serangga itu, supaya kami puas dan tuanpun puas.” Sokrates: “Bukankah dari tadi saya bilang padamu bahwa saya sendiri pun tidak mengetahui.
Sekarang mari kita periksa bersama-sama, moga-moga kita sampai pada hakikat sebenarnya. Jalan yang paling baik ialah kita ambil 3 atau 4 ekor serangga dari jenis yang bermacam-macam, kemudian kita bandingkan satu dengan yang lain, untuk mengetahui sifat-sifat yang sama. Apakah serangga yang akan kita ambil?” Murid: “Mari kita ambil kupu-kupu, semut, kerangga dan kumbang
Sokrates: “Bagus”
Berdasarkan jenis-jenis serangkan itu mereka merumuskan berdasarkan fakta tentang “apa itu serangga?”
Serangga ialah binatang beruas, kulitnya kesat, lagi keras, kakinya enam, mempunyai sayap, atau bekas sayap.”
Berdasarkan percakapan dialogis di atas, kita belajar apa artinya berpikir radikal/mendalam terhadap salah satu realitas (Salah satnya: Serangga). Mudah-mudahan dialog diatas menolong kita memahami apa itu filsafat dalam arti berpikir mendalam/radikal terhadap realitas dan merumuskan realitas tersebut yang kemudian menghasilkan kebenaran. Belajar filsafat memang menyenangkan tetapi juga membingungkan. Hal yang terakhir ini disebabkan karena terdapat ragam pengertian tentang filsafat. Saya tidak menjanjikan dan menjamin bahwa materi ini memberi sumber pemahaman yang tuntas tentang apa itu filsafat. Hal itu sulit diwujudkan. Namun perlu disadari bahwa keragaman pengertian filsafat bukanlah sesuatu yang menyesatkan, hal itu wajar saja karena setiap orang memberi arti sesuai dengan pemahamannya. Selanjutnya sesuai dengan topik yakni "pengertian filsafat" maka dalam postingan ini saya menjelaskan tentang pengertian filsafat. Pengertian yang saya paparkan ini telah mendorong/mensemangati saya dalam mengajar Filsafat Ilmu dalam bidang Pendidikan Kristen maupun Teologi Penggembalaan. Menurut Jan Hendrik Rapar, filsafat adalah mater scientiarum atau induk ilmu pengetahuan karena memang filsafatlah yang telah melahirkan segala ilmu. Menurut para rohaniawan dan teolog menyatakan filsafat sebagai “ancilla theologiae”, yaitu budak atau pelayan teologi. Sebagai pelayan teologi, filsafat memiliki tugas memformulasikan argumentasi-argumentasi yang kuat untuk membela isi iman Kristen. Ada pula rohaniawan dan teolog yang menuding filsafat sebagai alat iblis terkutuk. Karena itu harus ditolak oleh semua orang beriman. Tudingan ini tidak sepenuhnya benar, Tuhan tidak menciptakan manusia sebagai robot, manusia memiliki pikiran. Dengan pikiran itu manusia berfilsafat (berpikir). Namun tidak kegiatan berpikir dikategorikan filsafat. Berpikir yang dikategorikan filsafat adalah berpikir yang berlangsung dalam syarat-syarat tertentu.

 Memang harus diakui bahwa berpikir yang berciri filsafat dapat membawa seseorang pada dua pilihan, yaitu kesetiaan kepada iman atau penyimpangan iman (alias tidak mengakui adanya Tuhan). Oleh karena itu berfilsafat harus berlangsung dalam kawalan iman dan perlindungan kasih.
Untuk memahami filsafat, maka saya merumuskan pengertian filsafat dalam dua pendekatan. Pertama, secara etimologi dan kedua secara konseptual (definisi para ahli filsafat). Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani, dari kata “philosophia”. Kata “philosophia” merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata: “philos” dan “Sophia”. Kata “philos” berarti kekasih, atau bisa juga sahabat. Sedangkan “Sophia” berarti kebijaksanaan atau kearifan atau juga pengetahuan.
Jadi, arti harafiah “philosophia” berarti yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan.

Definisi para ahli:

Plato dalam Jan Hendrik Rapar menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada atau filsafat adalah usaha mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih yang dilakukan secara terus menerus.

 

Baca buku Louis O. Kattsoff, 1996:2

Aristoteles (Murid Plato) mengemukakan beberapa pengertian filsafat. Pertama, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas yang ada. Kedua, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku peri ada” (being as being) atau peri ada sebagaimana adanya (being as such).
Rene Descartes (Filsuf Prancis)
Argumen yang terkenal dari Descartes yakni: “Aku berpikir maka aku ada” (cogito ergo sum). Jadi, filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia. William James (Filsuf Amerika), Filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. R.F. Beerling (mantan guru besar filsafat UI) menyatakan filsafat adalah suatu usaha untuk mencari radix atau akar pengetahuan tentang diri sendiri. Louis Kattsoff, filsafat membawa kita kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Kegiatan kefilsafatan ialah pemikiran secara sistematis. Filsafat senantiasa bersifat menyeluruh/komprehensif

Selanjutnya baca buku Louis O. Kattsoff, 1996:3-4, 6, 12

Berpikir radikal (berpikir mendalam) tidak berarti mengubah, membuang, atau menjungkirbalikan segala sesuatu, melainkan dalam arti sebenarnya, yaitu berpikir secara mendalam untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal sebenarnya hendak memperjelas realitas, lewat penerimaan serta pemahaman akan akar realitas itu sendiri.

 

Baca buku Rapar, 2000:21 dan  Yonas Muanley

 

Filsafat adalah berpikir radikal atau berpikir mendalam terhadap realitas (realitas/ada secara menyeluruh maupun salah satu realitas). Salah satu realitas itu yakni “apologetika” (pembelaan) yang dilakukan orang Kristen.

Sabtu, 30 April 2016

Kerangka Penelitian Teologi dengan metode kuantitatif dan kualitatif


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Pentingnya Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis
1. Hakikat Variabel Y
2. Hakikat Variabel X1
3. Hakikat Variabel X2
4. Hakikat Variabel X3
5. Hakikat Variabel X4
6. Hakikat Variabel X5
7. Hakikat Varibel X6
8. Hakikat Variabel X7
9. Hakikat Varibel X8
10. Hakikat Variabel X9
11. Hakikat Variabel X10
12. Hakikat Variabel X11
B. Kerangka Berpikir
1. Uraian dari rumusan masalah pertama
2. Uraian dari rumusan masalah kedua
3. Uraian dari rumusan masalah ketiga
4. Uraian dari rumusan masalah keempat
5. Uraian dari rumusan masalah kelima
6. Uraian dari rumusan masalah keenam
7. Uraian dari rumusan masalah ketujuh
8. Uraian dari rumusan masalah kedelapan
9. Uraian dari rumusan masalah kesembilan
10. Uraian dari rumusan masalah kesepuluh
11. Uraian dari rumusan masalah kesebelas

C. Hipotesis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan lokasi penelitian
B. Jenis Penelitian
C. Populasi
D. Tehnik Sampling
E. Besar Sampel
F. Variabel Penelitian
G. Hubungan antar varibel atau disain variabel penelitian
H. Teknik pengumpulan data
I.Instrumen Penelitian
J. Teknik Analisa Data

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Deskripsi Data
1. Variabel Y
2. Variabel X1
3. Variabel X2
4. Variabel X3
5. Variabel X4
6. Variabel X5
7. Varibel X6
8. Variabel X7
9. Varibel X8
10. Variabel X9
11. Variabel X10
12. Variabel X11
B. Uji Persyaratan Analisis
C. Uji Hipotesis

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
1. Saran Praktis
2. Saran Penelitian Lanjutan
3. dll


KRANGKA PENELITIAN KUALITATIF (Penelitian menemukan teori)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Fokus Penelitian
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Pentingnya Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI

A. Efektifvitas Proses Pembelajaran PAK
B. Pembelajaran Kontekstual
C. Pendekatan Pembelajaran Rekonstruksi
D. Pendekatan Pembelajaran Nativisme
E. Pendekatan Pembelajaran Empiris
F. Pendekatan Pembelajaran Konfergensi
G. Pendekatan Pembelajaran “Kogito Ergo Sum”
H. Pendekatan Pembelajaran “Aku Tahu Baru Percaya”
I. Pendekatan Pembelajaran “Aku Percaya Baru Mengerti”
K. Pendekatan Pembelajaran “Aku Menerima Perasaan maka Aku Ada”
L. Pendekatan Pembelajaran “Dimana ada sinyal Internet”

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian
B. Langkah-langkah Penelitian
C. Tempat Penelitian
D. Informan dan Sampel
D. Tehnik Pengumpulan Data
E. Analisa Data Kualitatif
F. Pengujian Kredibilitas Data
G. Temuan Hipotesis
H. Teknik pengumpulan data
I. Instrumen Penelitian
J. Teknik Analisa Data

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
1. Saran Praktis
2. Saran Penelitian Lanjutan
3. dll

Beberapa penjelasan:

Penelitian Kuantitatif bertujuan menuji teori maka dalam kerangka penelitian kualitatif terdapat Hipotesis, sedangkan penelitian kualitatif bertujuan menemukan teori. Oleh karena itu maka dalam kerangka Bab III tidak ada Hipotesis, penelitian kualitatif berusaha menemukan teori. Pengertian Kerangka Berpikir

Pengertian Kerangka Berpikir adalah penjelasan sementara terhadap suatu gejala yang menjadi objek permasalahan yang diteliti. Kerangka berpikir iini disusun dengan berdasarkan pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan atau terkait.
Kerangka berpikir ini merupakan suatu argumentasi penulis yang akan menghantar pada perumuskan hipotesis. Dalam merumuskan suatu hipotesis, argumentasi kerangka berpikir menggunakan logika deduktif (untuk metode kuantitatif) dengan memakai pengetahuan ilmiah sebagai premis premis dasarnya.
Kerangka berpikir merupakan buatan penulis, bukan dari pendapat orang lain. Dalam hal ini, bagaimana cara kita berargumentasi dalam merumuskan hipotesis. Argumentasi itu harus membangun kerangka berpikir yang merujuk pada pernyataan-pernyataan yang disusun sebelumnya. Dalam hal menyusun suatu kerangka berpikir, sangat diperlukan argumentasi ilmiah yang dipilih dari teori-teori yang relevan atau saling terkait. Agar argumentasi kita diterima oleh sesama ilmuwan, kerangka berpikir harus disusun secara logis dan sistematis.
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan peda kerangka berpikir Kerangka berpikir yang meyakinkan hendaklah memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut.

1. Teori yang digunakan dalam berargumentasi hendaknya dikuasai sepenuhnya serta mengikuti perkembangan teori yang muktahir.
2. Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan yang diarahkan kepada cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut harus disebutkan secara tersurat semua asumsi, prinsip atau postulat yang mendasarinya.
Penyusunan kerangka berpikir dengan menggunakan argumentasi-argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan ini akhirnya melahirkan suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut yang menjadi rumusan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap pemecahan masalah penelitian kita.

Contoh Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kompetensi mengajar dosen, motivasi berprestasi dosen baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika (Y). Kerangka logis hubungan antara variable-variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Hubungan Kompetensi Mengajar Dosen dengan Efektivitas Proses Pembelajaran kelompok Mata Kuliah Historika (Contoh rumusan hipotesis ini diambil dari tesis Yonas Muanley)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kompetensi mengajar dosen merupakan bagian integral yang menyatu dalam diri dosen untuk melaksanakan tugas mengajar sehingga kegiatan mengajar dapat berlangsung secara efektif.
Jika ditarik ke dalam konteks penelitian ini, para dosen yang menghendaki terjadinya proses pembelajaran yang efektif hendaknya memiliki sejumlah kompetensi yang dipersyaratkan. Dalam hal ini kompetensi mengajar dosen merupakan seperangkat karakteristik yang dimiliki seorang dosen sehingga memungkinkannya mencapai tujuan pembelajaran yang dialami mahasiswa. Karakteristik tersebut cendrung tidak tampak secara nyata, namun dapat diamati secara berkesinambungan. Sesuai dengan persyaratan atau ketetapan yang telah dinyatakan sebelumnya, terdapat 10 karakteristik kompetensi mengajar dosen. Dengan memiliki karakteristik-karakteristik kompetensi mengajar tersebut, besar kemungkinan dosen akan dapat melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Alasannya adalah bahwa karakteristik-karakteristik ini merupakan modal dasar yang memungkinkan seorang dosen akan melaksanakan tugas mengajar secara efektif.
Jika faktor kompetensi ini dikaitkan dengan efektifitas proses pembelajaran maka kemampuan tersebut akan membuat seorang dosen mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini berarti bahwa makin tinggi kompetensi yang dimiliki dosen maka besar pula kecendrungan untuk mencapai efektifitas proses pembelajaran. Jadi semakin baik kompetensi yang dimiliki dosen semakin baik pula mencapai tujuan pembelajaran
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat diduga bahwa terdapat hubungan positif antara kompetensi mengajar dosen dengan efektifitas proses pembelajaran (pencapai tujuan pembelajaran). Dengan kata lain, makin tinggi kompetensi mengajar dosen, makin tinggi efektivitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.

1. Hubungan Motivasi Berprestasi Dosen dengan Efektifitas Proses Pembelajaran Kelompok Mata Kuliah Historika (Contoh rumusan hipotesis ini diambil dari tesis Yonas Muanley)

Motivasi berprestasi merupakan keinginan dan kecendrungan seorang dosen untuk melaksanakan pekerjaan sebaik dan secepat mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, baik oleh dosen itu sendiri maupun oleh lembaga atau pihak lain. Dorongan ini terjadi secara internal dan merupakan dinamika atau daya pendorong bagi setiap dosen, secara khusus dosen historika untuk mengerjakan pekerjaan mengajar sebaik mungkin tanpa mempertimbangkan imbalan-imbalan yang bersifat material yang akan diterimanya atau diberikan oleh lingkungan di mana ia bekerja.
Apa yang dikatakan di atas menegaskan bahwa dosen historika yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki kecendrungan untuk lebih unggul dari yang lain, memilih tugas yang tingkat kesulitannya cukup menantang atau cukup moderat dan lebih tertarik kepada pencapaian pribadi atas hasil kerjanya, mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, ingin berhasil dalam situasi persaingan. Dengan kata lain semakin tinggi motivasi berprestasi, semakin tinggi hasrat dan kecendrungan seorang dosen mengerjakan pekerjaan mengajar sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, motivasi berprestasi merupakan daya pendorong yang mendasar bagi setiap dosen untuk melaksanakan tugas mengajar sebaikmungkin, tanpa mengharapkan imbalan-imbalan eksternal yang mungkin akan diperolehnya jika berhasil.
Dosen yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cendrung untuk selalu berusaha unggul, memiliki kecendrungan memilih tugas mengajar yang tingkat kesulitannya moderat, lebih tertarik pada pencapaian pribadi dari pada imbalan yang diperoleh atas keberhasilannya, lebih tertarik pada situasi yang dapat memberikan umpan balik secara konkrit atas hasil kerjanya, mengerjakan pekerjaan mengajar sebaik mungkin. Ingin lebih berhasil dalam situasi persaingan, mengerjakan pekerjaan yang menghendaki ketrampilan dan usaha, ingin mendapatkan pengakuan, mengerjakan tugas yang dianngap penting, dan menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik.
2. Hubungan Kompetensi Mengajar Dosen, Motivasi Berprestasi Secara Bersama-sama dengan Efektifitas Proses Pembelajaran Kelompok Mata Kuliah Historika di Sekolah Tinggi Theologia .......... (diambil dari Tesis Yonas Muanley)

Kompetensi mengajar diartikan seperangkat karekteristik yang dimiliki seorang dosen sehingga memungkinkannya melakukan transfer pengetahuan kepada para mahasiswa dan sekaligus mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa tersebut secara lebih optimal dalam arti untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Karakteristik tersebut terkait erat dengan kemampuan mentransfer pengetahuan dan membimbing peserta didik sehingga peserta didik dapat memahami fenomena dirinya dan lingkungannya. Dengan memiliki karakteristik-karakteristik ini, maka diyakini seorang dosen akan dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar dan sekaligus pendidik karena karakteristik-karakteristik tersebut merupakan modal dasar yang mutlak dimiliki seorang dosen agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.
Seperti yang diuraikan sebelumnya, untuk melaksanakan tugas mengajar maka seorang dosen harus memenuhi apa yang dipersyaratkan dalam kompetensi mengajar dosen atau persyaratan profesionalisme dosen. Salah satu dari persyaratan tersebut adalah memiliki ijazah pendidikan keguruan yang formal atau memiliki akta mengajar. Dengan demikian orang yang menjadi dosen telah dipersiapkan terlebih dahulu melalui pendidikan formal. Selain itu dosen harus terus menerus belajar melalui literature atau sumber-sumber yang terkini tentang aspek-aspek pengajaran sehingga ia terus menerus melengkapi diri dengan kemampuan mengajar. Inilah yang disebut kompetensi menghajar dosen.
Pernyataan terakhir menegaskan bahwa upaya peningkatan kompetensi mengajar dosen setelah melakukan tugas mengajar pada dasarnya terletak pada diri dosen yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena ketika dosen melakukan tugas mengajar mungkin ia tidak ada yang membimbingnya dalam arti ia harus berusaha mengajar tanpa ada dosen senior yang mendampinginya oleh karena itu pengembangan kemampuan mengajar dosen berpulang pada diri dosen tersebut. Jadi salah satu alternatif yang dinilai efektif meningkatkan kompetensi mengajar dosen ini terletak pada diri dosen.
Selain kompetensi yang diuraikan diatas, motivasi berprestasi merupakan hasrat dan kecendrungan seseorang untuk mengerjakan pekerjaan sebaik dan secepat mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh individu itu sendiri maupun oleh orang lain. Ini terjadi secara internal dan merupakan daya pendorong bagi setiap individu untuk mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, tanpa mempertimbangkan imbalan-imbalan yang bersifat material yang mungkin diberikan oleh lingkungan eksternalnya.
Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki kecendrungan untuk lebih unggul dari yang lain sehingga tugas yang dipilihnya tingkat kesulitannya moderat, lebih tertarik pada pencapaian pribadi dan situasi yang dapat memberikan umpan balik secara konkrit atas hasil kerjanya, mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, ingin lebih berhasil dalam situasi persaingan, mengerjakan pekerjaan yang menghendaki ketrampilan dan usaha, ingin mendapatkan pengakuan, mengerjakan tugas yang dianggap penting, dan menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik.
Sementara efektifitas proses pembelajaran adalah kelompok mata kuliah historika di Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar adalah usaha dosen mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam pembelajaran dalam kuliah kelompok mata kuliah historika, yang berindikator: mahasiswa mengerti setiap pokok materi kuliah mulai dari pendahuluan sampai bagian penutup dari setiap pokok bahasan.
Efektifitas proses pembelajaran tidak lain adalah membandingkan antara hasil atau prestasi yang diperoleh dengan tujuan atau pencapaian tujuan. Ini berarti efektifitas menitikberatkan pada pencapaian tujuan atau hasil yaitu membuat sesuatu yang benar didalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Disini efektifitas proses pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika di Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar adalah usaha dosen menolong mahasiswa dengan prosedur pembelajaran yang tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam pembelajaran dalam kuliah kelompok mata kuliah historika, yang berindikator: mahasiswa mengerti setiap pokok materi kuliah mulai dari pendahuluan sampai bagian penutup dari setiap pokok bahasan.
Pencapaian tujuan pembelajaran dalam diri mahasiswa meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), perubahan sikap (afektif), perubahan kemauan (konatif) dan ketrampilan (psikomorik) serta psikospritual (= kemapuan rohani/relasi dengan Tuhan/pertumbuhan rohani. Psikospritual = tambahan untuk perubahan yang diharapkan dalam pembelajaran di Perguruan Tinggi Teologi Jurusan Teologi dan PAK Teologi Jurusan Teologi dan jurusan lainnya yang dikenal dalam lingkungan Sekolah Tinggi Teologi).
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka dapat diduga bahwa terdapat hubungan yang positif antara kompetensi mengajar dosen, motivasi berprestasi dosen secara bersama-sama dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika. Dengan kata lain, makin tinggi kompetensi mengajar dan motivasi berprestasi dosen, maka makin tinggi pula efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.
Penilaian terhadap efektifitas proses pembelajaran dalam penilitian ini dapat dilakukan oleh mahasiswa, dan untuk menjaga objektivitas data yang diberikan maka dalam penelitian ini juga akan diterapkan tehnik penilaian hal yang sama. Dan untuk membantu mahasiswa dalam memberikan penilaiannya, instrumen pengukur yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk angket dengan tehnik skala berjenjang (ranting scale)

Contoh Perumusan Hipotesis Penelitian (dari tesis Yonas Muanley)

Sesuai dengan kerangka pikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
(1) Terdapat hubungan positif antara kompetensi mengajar dosen dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika. Dengan kata lain, makin tinggi kompetensi mengajar dosen, makin tinggi efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.
(2) Terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dosen dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika. Dengan kata lain, makin tinggi motivasi berprestasi dosen, makin tinggi efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.
(3) Terdapat hubungan positif kompetensi mengajar dosen, dan motivasi berprestasi dosen secara bersama-sama dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika. Dengan kata lain, semakin tinggi kompetensi mengajar dosen dan motivasi berprestasi dosen secara bersama-sama, makin tinggi efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.

Submit blog